Allah SWT telah memerintahkan kepada kita sebagai hamba-Nya untuk senantiasa berbakti kepada orang tua, terutama kepada ibu yang telah melahirkan kita ke dunia fana ini. Sebab orang tua khususnya ibu memiliki karomah, sebuah kemuliaan dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang terpilih. Segala do'a ibu akan dikabulkan dan kutukannya akan menjadi kenyataan, segala ucapan ibu menjadi keramat.
Tidak heran jika dalam kehidupannya banyak orang yang selalu mengalami ujian yang tidak disangka-sangka. Mulai dari pekerjaan yang tidak kunjung ada hasil memuaskan, kehidupan rumah tangga selalu berantakan, bahkan dalam keadaan sakarotul maut pun tetap ditimpa ujian. Keadaan demikian tidak lain kemungkinan besar adalah ia pernah menyakiti hati atau bahkan durhaka kepada ibunya.
Tidakkah kita takut jika kehidupan yang kita jalani selalu berbuah kesengsaraan dan penderitaan karena durhaka kepada sang ibu? Bukankah kita sebagai manusia yang hidup sementara di dunia ini selalu mengharap kehidupan yang bahagia dan sejahtera? Bukankah kelak kita di akhirat berharap selamat dari kejamnya siksa neraka? Untuk itu hormatilah, sayangilah, dan berbaktilah kepada orang tua terutama kepada ibu.
Pada dalil al-Qur'an di atas, Allah telah memberi perintah kepada kita untuk berbakti kepada ibu dan bapak, menekankan kepada kita untuk lebih berbakti kepada ibu sebab beliaulah yang telah susah payah mengandung, menyusui, dan merawat kita hingga tumbuh dewasa. Apabila mereka memaksa kita supaya berpaling kepada Allah, maka kita boleh menolak namun dengan sikap yang baik dan tetap menyayangi mereka.
Di dalam sebuah hadits juga diterangkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersaba; "Doa kedua orangtua kepada anak-anaknya bagaikan doa para nabi kepada umat-umatnya"
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW tersebut, ada sebuah kisah yang sangat mengejutkan, dimana seorang ahli ibadah yang senantiasa tunduk patuh dan taat kepada Allah menjadi celaka akibat doa dari sang ibu. Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah R.A., bahwa Rasulullah pernah bercerita kepada umatnya tentang pemuda ahli ibadah yang celaka karena tidak menjawab panggilan dari ibunya.
Pemuda ahli ibadah tersebut bernama Juraij Al-Abid. Pemuda tersebut hidup sebelum zaman Rasulullah SAW. Ia adalah seorang rahib ( ahli ibadah ) yang tinggal di sebuah biara ( tempat ibadah ) yang cukup sederhana. Sesekali banyak juga para penggembala yang singgah untuk berteduh di biara tersebut. Berikut kisah Juraij Al-Abid si ahli ibadah yang celaka akibat doa sang ibu.
Suatu ketika Juraij sedang melaksanakan ibadah shalat sunnah, tiba-tiba sang ibu yang penuh kasih sayang mencari dan memanggil namanya "Juraij, wahai juraij anakku".
Seketika itu Juraij menjadi bingung, ia sangat khusuk menunaikan shalat sunnahnya sementara sang ibu memangil-manggil namanya, dalam hatinya berkata "Wahai Tuhan ku, apakah yang harus aku lakukan, ibuku memanggil ku sedangkan aku sedang menghadap-Mu".
Kemudian ia memantapkan hati untuk terus melanjutkan shalat sunnahnya dan tidak mempedulikan panggilan ibunya. Setelah sesaat suasana sunyi, tiba-tiba terdengar suara sang ibu memanggilnya kembali, "Wahai Juaraij kenapa engkau diam saja ketika ibu memanggil? engkau sedang di mana dan melakukan apa?".
Dalam benak hati Juraij sebenarnya ingin sekali menyahuti panggilan ibunda tercintanya. Akan tetapi shalat yang ia kerjakan nanggung jika tidak diselesaikan. Akhirnya ia pun tetap meneruskan shalat.
Terdengar kembali suara sang ibu memanggil nama Juraij. Kali ini suara panggilan lebih keras dari sebelumnya. Ibunya benar-benar sangat marah dan murka. Tidak biasanya Juraij seperti ini, karena sekali sang ibu memanggil pasti Juraij datang menghampiri. Sehingga timbul lah perasaan tidak baik pada sang ibu, "Mengapa Juraij sekarang durhaka kepada ku?".
Akhirnya pada puncak kemurkaan dan kemarahannya, tiba-tiba sang ibu melontarkan kalimat kutukan yang keluar dari bibirnya, "Ohh Juraij, aku berdoa semoga Allah tidak menjemput ajalmu sebelum engkau menerima fitnah dan melihat tampang seorang pelacur". Setelah kutukan tersebut dilontarkan, sang ibu kembali pulang dengan amarah kemurkaan. Sedangkan Juraij masih duduk sesuai shalat sambil merenungi kata-kata yang sempat didengarkannya.
Singkat cerita, datanglah seorang wanita menghadap raja sambil membawa bayi yang digendongnya. Dia lah sebenarnya si pelacur yang ada dalam kutukan sang ibu.
"Wahai paduka raja, aku ingin mengadu kepada engkau wahai rajaku! Aku telah melahirkan seorang anak namun ayah dari anak ini tidak mau bertanggungjawab, aku ingin engkau memberi keadilan kepadaku wahai rajaku", tutur si wanita kepada raja.
"Siapakah ayah dari anak yang tak berdosa ini?" tanya raja kepada si wanita.
"Dia adalah Juraij" jawab si wanita.
"Apakah Juraij Al-Abid si ahli ibadah itu?" raja ingin meyakinkan.
"Benar! wahai rajaku" tegas si wanita.
Mendengar pernyataan wanita itu, wajah sang raja mendadak berubah menjadi merah karena murka. Segera sang raja memberi perintah kepada penggawa untuk menangkap dan membawa Juraij ke istana.
Rakyat pun menjadi gaduh. Juraij yang dikenal sebagai lelaki yang taat beribadah dan memiliki biara sendiri, tiba-tiba ditangkap dengan tuduhan yang tidak pernah diduga. Mengapa Juraij tega dan sehina itu? Apakah benar demikian itu dilakukan oleh Juraij yang rajin beribadah kepada Tuhannya?
Setiap orang melihat ingin segera mencari tahu, akan tetapi penggawai istana tidak memberi penjelasan kepada orang yang bertanya-tanya tersebut. Mereka pun mengikutinya dari belakang. Semakin banyak orang yang penasaran, semakin panjang iringan-iringan gerombolan orang yang mengikuti. Mereka ingin segera tahu kepastian yang sebenarnya alasan kenapa Juraij diborgol dan dibawa ke istana.
Walaupun demikian, sedikitpun Juraij tidak kelihatan panik, ia tetap tenang dan biasa-biasa saja menghadapi kenyataan tersebut. Bahkan ia tetap tersenyum kepada orang-orang yang kebetulan berpapasan dengannya di tengah jalan. Sikap tenangnya ini tentu karena ia merasa tidak bersalah dan merasa sedikitpun tidak memiliki masalah dengan raja. Dengan penampilan dan sikap tenang Juraij, justru semakin menambah gerombolan orang yang penasaran mengikuti dari belakang.
Di waktu yang sama ketika Juraij dibawa menuju istana, para pejabat bersama penggawa istana mendatangi biara kemudian merobohkan dan menghancurkannya hingga rata dengan tanah.
Ketika tiba di istana, tanpa basa basi raja berkata kepada Juraij, "Juraij! Selama ini engkau dikenal oleh sebagian besar rakyatku sebagai seorang yang ahli beribadah, tetapi ternyata perbuatanmu tidak sesuai dengan amalan ibadahmu, engkau telah mengecewakan banyak orang termasuk diriku".
"Wahai rajaku, aku tidak mengerti tentang apa yang paduka maksudkan", tanya Juraij.
"Sungguh memalukan! Seorang wanita membawa bayi telah datang kepadaku dan mengadukan bahwa bayi tersebut terlahir karena berzina denganmu. Benarkah itu?" raja menjelaskan.
Juraij sangat kaget, tetapi ia tetap bisa mengendalikan diri dan menguasai keadaan. "Wahai raja, perkenankan aku untuk bertemu dengan wanita dan bayi itu", mohon Juraij.
Kemudian raja memanggil dan mempertemukan wanita itu di hadapan Juraij.
"Benarkah engkau telah mengadu kepada raja bahwa bayi itu terlahir karena hubungan antara kita?" tanya Juraij kepada si wanita.
"Ya, benar!" jawab wanita dengan tegas.
Suasana pun menjadi semakin gemuruh menyoraki Juraij si lelaki ahli ibadah tetapi melakukan perbuatan tidak terpuji.
Namun Juraij tidak mempedulikan suasana, ia tetap tenang dan tidak kehabisan akal. Ia harus bisa membuktikan kebenaran di hadapan raja dan rakyat yang turut hadir di istana. Selanjutnya ia bertanya kepada si wanita, " Di manakah bayi itu sekarang? Bawalah kemari, aku ingin bertanya kepada bayi itu".
Bayi wanita itu pun di bawa ke hadapan Juraij yang dikerumuni orang banyak. Kemudian Juraij menghampiri bayi yang tidak berdosa itu, seraya berujar kepada semua orang yang hadir di istana kerajaan. "Mari kita tanya kepada bayi yang suci ini, ia adalah saksi jujur, pengakuannya akan membenarkan dan meluruskan masalah ini".
"Wahai anak manis, aku bertanya kepadamu. Siapakah sebenarnya ayah kandungmu? Jawablah pertanyaan ku dengan jujur supaya semua orang tahu", tanya Juraij kepada si bayi.
Orang-orang pun semakin bingung, bagaimana bayi yang baru terlahir bisa berbicara apalagi memberi jawaban dari sebuah pertanyaan yang tidak seharusnya diberikan kepada bayi. Apakah si Juraij kini gila karena dihadapkan dengan permasalahan ini.
"Ayahku adalah seorang penggembala sapi", kata si bayi tiba-tiba bisa berbicara. Semua orang heran dan terkagum-kagum mendengarkan dan menyaksikan keajaiban di hadapannya itu. Sungguh kejadian tersebut merupakan tanda akan kebesaran Allah SWT.
"Wahai paduka raja dan seluruh yang hadir di sini, kita telah melihat dan mendengarkan pernyataan serta pengakuan dari bayi ini sendiri. Siapakah sebenarnya ayah kandungnya. Dan jelas bahwa bukan aku ayah yang diharapkan. Ini artinya wanita yang telah mengadu kepada raja telah membuat kebohongan dan fitnah yang begitu besar", pernyataan Juraij.
Suasana kembali menjadi begitu hening. Semua orang sangat terkejut dan heran karena sebuah keajaiban yang telah mereka saksikan. Mereka percaya bahwa Juraij tidak bersalah, ia tetaplah si ahli ibadah yang di fitnah. Si wanita pembuat fitnah pun langsung di bawa ke penjara.
Sementara itu sang raja berkata kepada Juraij, "Wahai Juraij ketahuilah, sesungguhnya biaramu telah aku hancurkan. Tetapi engkau jangan khawatir, sebagai permintaan maaf dan penebus kesalahan ku, aku beserta para penggawa ku akan segera membangun biara itu kembali. Bila perlu akan aku bangun kembali dengan bahan serba emas".
"Terima kasih paduka raja. Aku rasa itu tidak perlu. Biarlah biara itu rata dengan tanah atau kembali seperti sedia kala", jawab Juraij.
Pada kesempatan lain, raja bersama para penggawanya membangun kembali biara milik Juraij. Akhirnya biara itupun kembali seperti semula.
"Wahai Juraij Al-Abid, aku melihat engkau begitu tenang dan selalu tersenyum ketika diadili di tengah kerumunan orang banyak. Tidak ada sedikitpun raut wajahmu menandakan ketakutan. Apa yang menyebabkan engkau mampu bersikap demikian?", sang raja bertanya.
"Karena aku yakin tidak bersalah wahai paduka raja. Lagi pula peristiwa tersebut sudah aku duga sebelumnya, bahwa peristiwa itu pasti datang dalam kehidupan ku sebelum aku mati", jawab Juraij sambil menceritakan pengalaman ketika ia sedang shalat sunnah dan tidak menjawab panggilan ibunya. Hingga akhirnya, ibunda tercinta mengutuknya.
Kisah di atas dapat kita jadikan sebagai pelajaran berharga. Bahwa sesungguhnya ibu memiliki keramat, doa seorang ibu mengandung karomah, setiap ucapan yang keluar dari mulut sang ibu merupakan doa dan pasti akan dikabulkan oleh Allah SWT. Oleh sebab itu, hendaknya kita sebagai anak harus selalu berbakti kepada ibu, ibu, ibu, kemudian ayah. Jangan sampai mengecewakan atau menyakiti hati mulia sang ibu, apalagi sampai mengutuk kita.
Ketahuilah bahwa perkataan seorang ibu di kala murka merupakan kutukan, terbukti dengan kisah cerita di atas. Namun sebaliknya, permohonan seorang ibu di kala beliau ridho merupakan anugerah yang mampu memberikan keajaiban yang tidak terduga.
Anugerah doa ibu menjadi sebuah keajaiban telah ada sejak zaman khalifah Umar bin Khattab. Sebagaimana di kisahkan dalam tautan berikut → Kisah Doa Ibu Menyelamatkan Dua Tangan Yang Terpotong ←. Kembalinya kedua tangan seperti semula yang awalnya terputus akibat dipotong oleh sekawanan perampok, tiada lain adalah karena ridlonya seorang ibu. Simak selengkapnya pada tautan tersebut. Banyak hikmah yang dapat kita petik dari kisah tersebut.
1 komentar
Cerita yg menginspirasi...sekaligus bikin cemas....jangan2 sy prnh melakukan hal yg sama dalam situasi yg berbeda....mudah2n tidak Mbak @Amel Liya, terimkasih telah berbagi kisah...
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda (centang beri tahu saya untuk mendapat balasan komentar via email)
EmoticonEmoticon